Bila anda seorang penggemar Cerita Klasik Militer Cina,
mungkin anda sudah tidak asing dengan “Kisah Tiga Negara”, dalam Bahasa Inggris
“Romance of Three Kingdoms”, dalam Bahasa Cina “San Guo/Sam Kok”
Dalam satu episode, dikisahkan Salah satu Penguasa di antara
Tiga Negara tersebut yaitu Negara Shu yang bernama Liu Bei sedang mencari orang
pandai dan berbakat dalam bidang Ketatanegaraan dan Strategi Militer untuk
dijadikan Penasehat Istana. Disuruhnya para para tentara untuk menempelkan
pengumuman di segenap pelosok negerinya, yang isinya adalah undangan kepada
segenap orang pandai dan berbakat untuk mengikuti Ujian Negara yang akan
diselenggarakan di Ibukota.
Pengumuman tersebut disambut dengan antusias oleh segenap
rakyatnya. Banyak kaum terpelajar, pandai dan berbakat pergi ke Ibukota untuk
mengikuti Ujian Negara. Liu Bei mengawasi langsung jalannya Ujian Negara.
Setelah Ujian Negara selesai dan telah diperiksa hasilnya oleh Panitia Ujian,
Liu Bei menyuruh Panitia Ujian untuk memanggil peserta Ujian yang memperoleh
Nilai Tertinggi.
Ketika peserta Ujian yang memperoleh Nilai Tertinggi
menghadap, Liu Bei mengamati orang tersebut dan kelihatan tidak percaya. Di
depannya berdiri seorang yang bertubuh gemuk, pendek, berwajah jelek dan
penampilannya tidak menarik. Sangat tidak cocok untuk menjadi Pejabat, apalagi
Penasehat Istana. Liu Bei bertanya kepada Panitia Ujian : “Apakah kamu tidak
salah panggil orang?” Si Panitia Ujian menjawab : “Tidak Paduka, orang yang
memperoleh nilai tertinggi dalam Ujian Negara…bernama Pang Tong dan ketika saya
menyebutkan nama tersebut, orang inilah yang menghadap.” “Mengapa penampilannya
sangat buruk?, aku tidak yakin dia sepandai itu…Lagipula dengan penampilan
seperti itu, dia tidak cocok untuk menjadi Penasehat Istana” kata Liu Bei
dengan nada meremehkan. “Maafkan hamba paduka…., tetapi memang demikianlah
kenyataannya” kata si Panitia Ujian. “Kalau begitu, beri saja Pang Tong ini jabatan
sebagai Bupati di salah satu wilayahku” kata Liu Bei. “Siap Paduka” jawab si
Panitia Ujian.
Tidak terasa 4 bulan telah berlalu semenjak Ujian Negara
tersebut. Pang Tong, sang Bupati baru tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
Setiap hari kerjanya hanya makan, minum, tidur, dan bermalas-malasan. Pekerjaan
dan Tugas-tugas Dinas Kabupaten tidak disentuhnya sama sekali, sehingga
pekerjaan tersebut menumpuk tinggi dalam sebuah peti. Karena tidak tahan dengan
ulah sang Bupati Baru, salah seorang Staff Kabupaten melaporkan kelakuannya ke
Ibukota. Setelah mendengar laporan ini, Liu Bei mengutus salah seorang Panglima
Perangnya yang bernama Zhang Fei untuk memeriksa kebenaran laporan tersebut.
Singkat kata Zhang Fei telah tiba di Kabupaten yang dituju.
Pada saat itu hari telah beranjak siang…sedangkan Kantor Bupati belum buka…kemana
gerangan sang Bupati? Zhang Fei memeriksa dan mengintip ke dalam Kantor Bupati.
Telinganya yang tajam menangkap suara dengkuran sang Bupati. Astaga…rupanya
sang Bupati masih tidur! “Ini betul-betul keterlaluan” kata Zhang Fei. Dengan
geram diambilnya pemukul tambur dan dipukulnya tambur besar yang digantung di
depan Kantor Bupati dengan sekuat tenaga untuk membangunkan Pang Tong, sang
Bupati malas.
Pang Tong terkejut dan bangun dari tidurnya. Dibukanya pintu
dan dengan nada marah dia berteriak “Siapa yang berani membuat gaduh dan
membangunkan aku dari tidurku” “Aakuu !!!” jawab Zhang Fei dengan mata melotot.
“Oh rupanya Jendral datang berkunjung……Maafkan saya…tidak sopan dan tidak
menyambut…kata Pang Tong dengan suara melunak.
“Paduka mendengar kabar bahwa selama berbulan-bulan kamu
tidak melaksanakan tugasmu dengan baik, kerjamu hanya makan, minum, tidur, dan
bermalas-malasan saja. Oleh karena itu Beliau megutus aku untuk memeriksa
kebenaran kabar tersebut…..dan nampaknya kabar tersebut memang benar adanya…..terbukti…..hari
sudah mulai siang dan kamu masih enak-enakan tidur. Apa jawabmu ?!!” kata Zhang
Fei dengan mata masih melotot. “Sabar Jendral…bukannya aku malas bekerja….tetapi
di kabupaten ini tidak ada pekerjaan yang bisa aku kerjakan” Pang Tong berusaha
membela diri. “Hah…?! Sudah 4 bulan kau ditempatkan di sini dan kamu bilang
tidak ada pekerjaan….??!!” Bentak Zhang Fei. “Hai kamu dan kamu…..cepat bawa
kemari pekerjaan dan tugas-tugas dinas kabupaten ini yang belum dikerjakannya !”
perintah Zhang Fei kepada 2 orang staff kabupaten. Tak berapa lama kemudian 2
orang Staff tersebut kembali sambil menggotong sebuah peti yang cukup besar
berisi setumpuk pekerjaan yang belum dikerjakan dalam 4 bulan terakhir.
“Kamu bilang tidak ada pekerjaan..? Lihat….ini adalah
setumpuk pekerjaan selama 4 bulan yang belum kamu urus sama sekali.” tegas
Zhang Fei. Sejenak Pang Tong melihat tumpukan pekerjaan dan tugas-tugas dinas
di depannya, lalu sambil tersenyum dia berkata : “Maaf Jendral…….ini sih bukan
pekerjaan…..melainkan mainan anak kecil. Anak kecil saja bisa mengerjakannya.
Nampaknya aku menyia-nyakan bakatku di sini” kata Pang Tong. “Hah….?! Jendral
Zhang Fei melongo mendengar komentar Pang Tong. “Kalau Jendral tidak percaya….baiklah
hari ini juga akan aku selesaikan semua pekerjaan dan tugas-tugas dinas ini.
Mari masuk ke dalam kantor dan silakan Jendral mengawasi selama saya
menyelesaikan semua pekerjaan dan tugas dinas ini……Tolong bawakan aku pena dan
tinta!” kata Pang Tong kepada salah seorang staffnya.
Dengan diawasi oleh Jendral Zhang Fei, Pang Tong mengerjakan
semua pekerjaan dan tugas dinas yang sedemikian banyak tertumpuk di depannya.
Ketika sampai pada pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dalam menghitung
angka, dengan sekali pandang Pang Tong langsung tahu bahwa penghitungan yang
dilakukan staffnya tidak benar. Dia berkata kepada staffnya : “Penghitungan ini
tidak benar….tolong dihitung lagi dan cocokkan dengan hasil penghitunganku”
perintah Pang Tong sambil menyerahkan lembaran pekerjaan yang dipegangnya
kepada sang staff. “Tetapi…..pak Bupati…kami sudah menghitungnya beberapa kali…..rasanya
tidak mungkin kalau salah” bantah sang staff. “Kalian hitung lagi saja”
perintah Jendral Zhang Fei kepada staff tersebut….”kita lihat penghitungan
siapa yang lebih tepat..! Penghitungan kalian atau penghitungan Bupati” lanjut
Jendral Zhang Fei. “Baik Jendral” kata 2 orang staff tersebut tanpa berani
membantah lagi. Segera mereka melakukan penghitungan ulang dengan hati-hati dan
bersungguh-sungguh supaya tidak ada lagi kekeliruan. Selang beberapa saat
mereka telah menyelesaikan penghitungan mereka dan kembali menghadap Jendral Zhang
Fei dan Bupati Pang Tong yang masih sibuk menyelesaikan semua pekerjaan dan
tugas dinas. “Bagaimana hasilnya…? penghitungan kalian atau penghitungan Bupati
yang benar?” tanya Jendral Zhang Fei kepada 2 orang staff tadi. “Eh…..maaf
Jendral…..setelah kami hitung secara berulang-ulang dan hati-hati ternyata
penghitungan pak Bupati lah yang benar” kata sang staff dengan malu-malu dan
takut. Dalam hati Jendral Zhang Fei mulai merasa kagum dengan ketrampilan Pang
Tong dalam hal menghitung. Dengan sekilas pandang saja, Pang Tong dapat
melakukan penghitungan secara cepat dan akurat.
Bupati Pang Tong mengerjakan semua pekerjaan dan tugas dinas
dengan mudah dan cepat sekali. Nampaknya dia sama sekali tidak menemukan
kesulitan dalam mengerjakan semua pekerjaan tersebut. Bahkan dia mengerjakannya
dengan tersenyum-senyum. Tidak terasa hari telah menjelang sore dan Pang Tong
telah menyelesaikan semua pekerjaan dan tugas dinas yang seharusnya
dikerjakannya dalam 4 bulan. “Nah, sudah selesai!...Bagaimana pendapat Jendral?”
kata Pang Tong sambil tersenyum-senyum. Jendral Zhang Fei terbelalak dan
setengah tidak percaya dia berkata kepada Pang Tong : “Pekerjaan 120 hari (4
bulan) dapat kamu selesaikan dalam tempo hanya setengah hari….???” Pang Tong
menjawab : “Maaf Jendral…..tadi kan saya sudah bilang….di sini tidak ada
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan saya. Saya hanya menyia-nyiakan
kemampuan saya dan waktu saya di sini.” Setelah mendengar jawaban Pang Tong,
buru-buru Jendral Zhang Fei bangkit dari duduknya dan memberi hormat kepada
Pang Tong : “Saya…..mewakili paduka meminta maaf….Mata kami sungguh buta….tidak
mengetahui dan menyia-nyiakan bakat dan kepandaian yang sedemikian langka.
Tunggulah di sini, saya akan melapor kepada Paduka tentang keberadaan dan
kemampuan anda” kata Zhang Fei.
Dengan segera Jendral Zhang Fei naik kuda dan bergegas
kembali ke Ibukota untuk melapor kepada Raja Liu Bei. Setelah mendengar cerita
Jendral Zhang Fei, Raja Liu Bei terkejut dan menyesal sekaligus merasa
bersalah. Terkejut karena tidak menyangka ada orang dengan ketrampilan dan
kepandaian sedemikian hebat. Menyesal karena menyia-nyiakan kepandaian dan
bakat seseorang yang akan sangat berguna bagi kemajuan negaranya. Merasa
bersalah karena meremehkan kemampuan seseorang hanya karena orang tersebut berwajah
dan berpostur jelek. Dengan ditemani Jendral Zhang Fei dan dikawal sejumlah
pasukan, segera Raja Liu Bei berkunjung ke Kabupaten tempat Pang Tong ditempatkan.
Setibanya di sana, Raja Liu Bei segera menemui Pang Tong yang telah
menyambutnya. Tanpa sungkan-sungkan lagi Raja Liu Bei membungkuk dan memberi hormat
kepada Pang Tong. Setelah itu Raja Liu Bei memohon maaf karena telah salah
menilai dan merendahkan kemampuannya. Secara pribadi Raja Liu Bei memohon
kepada Pang Tong agar mau diangkat sebagai Penasehat Istana untuk menyumbangkan
kepandaian, bakat, dan ketrampilannya guna kemajuan Negara dan Kesejahteraan
Rakyat. Pang Tong terharu atas kerendahan hati Raja Liu Bei dan menyatakan
setuju mengabdi untuk Negara Shu.
Pembaca
yang budiman….Janganlah kita menilai seseorang berdasarkan penampilan luarnya
saja karena bisa jadi apa yang nampak di luar berbeda 180 derajat dengan yang
sebenarnya.